Kamis, 11 Februari 2016

AKIDAH WAHABI SALAFI MENYERUPAI AKIDAH YAHUDI NASRANI

Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal , bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut :

عن عكرمة اَن الرسول صلى الله عليه وسلّم قال: راَيت ربي عزّ وجلّ شَابا امرد جعد قطط عليه حلة حمراء

“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39)

Sungguh keji pengaruh riwayat palsu di atas. Riwayat-riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu. Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.

Salafi Wahabi memperjelas hadits di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelaki, singa, banteng dan burung elang. Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab.

Siapakah Ibnu Khuzaimah? Dia adalah salah seorang ulama ahli hadits yang banyak dipakai oleh Salafi Wahabi untuk dijadikan referensi. Namun setelah semakin matang dalam pengembaraan intelektualnya, Ibnu Khuzaimah menyesali diri telah menulis kitab tersebut, seperti dikisahkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitabal-Asma wa ash-Shifat hal. 267

Walaupun begitu, soko guru Salafi Wahabi, yaitu Ibnu Taimiyah tetap mengatakan bahwa Ibnu Khuzaimah adalah ”Imamnya Para Imam” karena menurutnya telah banyak meriwayatkan hadits-hadits ’shahih’ tetang hakikah Dzat Tuhan (padahal yang sebenarnya hadits-hadits itu kenal dengan nuansa tasybih dan hikayat Israiliyat). Oleh karena itu, ketika mengomentari sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah berkata :

”Hadits ini telah diriwayatkah oleh ’Imamnya Para Imam’ yaitu Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid yang telah ia syaratkan untuk tidak berhujjah di dalamnya melainkan dengan hadits-hadits yang dinukil oleh perawi adil dari perawi adil lainnya, sehingga bersambung kepada Nabi SAW” (Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Jilid 3, hal. 192)

Maka tak heran jika Ibnu Taimiyah pun berkeyakinan sama buruknya, seperti dalam Majmu’ Fatawa j. 4, h. 374, Ibn Taimiyah berkata “Para ulama yang diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya”.

Awalnya Ibnu Khuzaimah sangat meyakini bahwa seluruh hadits yang ia muat di dalam kitabnya adalah shahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab menurut pengakuannya ia telah meriwayatkanya dengan sanad bersambung melalui para periwayat yang adil dan terpercaya. Demikian sebagaimana ia tegaskan di awal kitab tersebut dan juga tertulis di cover depan kitab at-Tauhid tersebut.

Hadits Israiliyat yang sudah menjadi bagian dari keyakinan kaum Salafi Wahabi itu sebagai berikut :

عن عبد الله عمر بن الخطاب بعث الى عبد الله بن العبّاس يساله: هل راى محمّد صلى الله عليه وسلم ربّه؟ فارسل اِليه عبد الله بن العبّاس: ان نعم. فردّ عليه عبدالله بن عمر رسوله: ان كيف راه؟ قال: فارسل انّه راه في روضة خضراء دونه فِراش من ذهب على كرسي من ذهب يحمله اربعة من الملاىكة، ملك في صورة رجل، و ملك في صورة ثور وملك في صورة نسر، وملك في صورة اسد

Dari Abdullah ibnu Umar ibnu al-Khaththab mengutus seseorang untuk menemui Ibnu Abbas menanyainya, ”Apakah Muhammad SAW melihat Tuhannya?” Maka Abdullah ibnu Abbas mengutus seseorang kepadanya untuk menjawab, ”Ya, benar. Ia melihatnya.” Abdullah ibnu Umar meminta pesuruhnya kembali kepada Ibnu Abbas untuk menanyakannya, ”Bagaimana ia melihat-Nya?”. Ibnu Abbas menjawab melalui utusannya itu, ’Da melihat-Nya berada di sebuah taman hijau, dibawah-Nya terdapat hamparan permadani emas yang dipikul oleh empat malaikat; malaikat berupa seorang laki-laki, malaikat berupa banteng, malaikat berupa burung elang, dan malaikat berupa singa.”

Maraji’ : (Ibnu Khuzaimah: Kitab at-Tauhid, tahqiq Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983 M, hal. 198) atau Ibnu Khuzaimah: Kitab at-Tauhid, tahqiq DR. Abdul Aziz bin Ibrahim Asy-Syahwan, Darr Ar-Rusyd Ar-Riyadh hal. 484-485 sebagaimana scan kitab tsb).

BANTAHAN TENTANG HADITS ISRAILIYAT KEYAKINAN WAHABI SALAFI SBB:

Perkataan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa :

عن مسروق قال: كنت متكئا عند عائشة -رضي الله عنها- فقالت: “يا أبا عائشة: ثلاث من تكلم بواحدة منهن، فقد أعظم على الله الفرية، من زعم أن محمدًا رأى ربه فقد أعظم الفرية على الله، قال: وكنت متكئا فجلست فقلت: يا أم المؤمنين: أنظريني ولا تعجليني: ألم يقل الله عز وجل {وَلَقَدْ رَآهُ بِالأُفُقِ الْمُبِينِ} {وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى} فقالت: أنا أول هذه الأمة، سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إنما هو جبريل، لم أره على صورته التي خلق عليها غير هاتين المرتين رأيته منهبطًا من السماء سادًا عظم خلقه ما بين السماء إلى الأرض. فقالت: ألم تسمع أن الله يقول {لا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَار} [الأنعام 103]. أو لم تسمع أن الله يقول {وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْياً أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ} [الشورى 51]…..”

Dari Masruuq, ia berkata : Aku pernah duduk bersanda di samping ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa. Lalu ia berkata : “Wahai Abu ‘Aaisyah (yaitu Masruuq – Abul-Jauzaa’), ada tiga hal yang barangsiapa mengatakan salah satu di antaranya, sungguh ia telah membuat kebohongan yang besar kepada Allah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Muhammad pernah melihat Rabbnya, sungguh ia telah membuat kebohongan yang besar kepada Allah”. Saat itu aku duduk bersandar, (saat mendengarnya) lalu akupun duduk tegak. Aku berkata : “Wahai Ummul-Mukminiin, tunggu dulu dan janganlah tergesa-gesa. Bukankah Allah ‘azza wa jalla telah berfirman : ‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) melihatnya di ufuk yang terang’ (QS. At-Takwiir : 23), ‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihatnya pada waktu yang lain’ (QS. An-Najm : 53) ?”. Maka ‘Aaisyah menjawab : “Aku adalah orang pertama di antara orang-orang yang menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau bersabda : ‘Sesungguhnya ia itu adalah Jibriil. Aku tidak pernah melihatnya pada bentuknya (yang asli) sebagaimana ia diciptakan (oleh Allah) kecuali hanya dua kali ini saja. (Pertama), aku melihatnya turun dari langit, dimana tubuhnya yang besar memenuhi ruang antara langit dan bumi’”. ‘Aaisyah berkata : “Tidakkah engkau pernah mendengar Allah berfirman : ‘Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu….’ (QS. Al-An’aam : 103). Dan tidakkah engkau pernah mendengar Allah berfirman : ‘Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu, atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat), lalu diwahyukan kepadanya dengan seijin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana’ (QS. Asy-Syuura : 51)”….”.

[HR. dengan lafadh ini oleh : Muslim dalam Shahih-nya (3/9-13), Kitaabul-Iimaan, Baab Ma’naa Qaulihi ta’ala Walaqad Ra-aahu Nazlatan Ukhraa (no. 428); At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (5/262-263), Kitaabut-Tafsiir, Baab Wa Min Suurati Al-An’aam (no. 3068); dan Ahmad dalam Al-Musnad (6/49-50). Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya (8/472), Kitaabut-Tafsiir, Baab Min Suurati An-Najm (no. 4855); dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (5/394-395), Baab Wa Min Suurati An-Najm (no. 3278); dengan lafadh yang berdekatan/mirip.]

Perkataan Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu :

عن زر بن عبد الله بن حبيش، عن عبد الله بن مسعود – رضي الله عنه – في قوله تعالى: {وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى} [النجم 13]، قال: “رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم جبريل في صورته، له ستمائة جناح

Dari Zirr bin ‘Abdillah bin Hubaisy, dari ‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu ‘anhu tentang firman-Nya ta’ala : ‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihatnya pada waktu yang lain’ (QS. An-Najm : 53), ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat Jibriil dalam bentuknya (yang asli) yang mempunyai 600 sayap”.

[HR. Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya (6/360), Kitaabu Bad’il-Kahlq, Baab Idzaa Qaala Ahadukum Aamiin….dst (no. 3232) & (8/476), Kitaabut-Tafsiir, Baab : Fa-Kaana Qaaba Qausaini Au Adnaa (no. 4856-4857); dan Muslim dalam Shahih-nya (3/6), Kitaabul-Iimaan, Baab Fii Qaulihi ta’ala : Walaqad Ra-aahu nazlatan Ukhraa (no. 431).]

Perkataan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :

عن عطاء عن أبي هريرة – رضي الله عنه – في قوله تعالى {وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى} قال: “رأى جبريل”

Dari ‘Athaa’, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu tentang firman-Nya ta’ala : ‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihatnya pada waktu yang lain’ (QS. An-Najm : 53), ia berkata : “Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat Jibriil”.

[HR. Muslim dalam Shahih-nya (3/7), Kitaabul-Iimaan, Baab Fii Qaulihi ta’ala : Walaqad Ra-aahu nazlatan Ukhraa (no. 434).]

Perkataan Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu :

عن عبد الله بن شقيق قال: قلت لأبي ذر: لو رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم لسألته، قال: عما كنت تسأله؟ قال: إذن لسألته هل رأى ربه؟ فقال: قد سألته أنا، قلت: فما قال؟ قال: “نور أنى أراه”، وفي رواية “رأيت نوراً”

Dari ‘Abdullah bin Syaqiiq, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Abu Dzarr : “Seandainya aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tentu aku akan bertanya kepada beliau”. Ia bertanya : “Apa yang akan engkau tanyakan ?”. (‘Abdullah bin Syaqiiq berkata) : “Aku akan tanyakan kepada beliau apakah beliau pernah melihat Rabbnya”. Abu Dzarr berkata : “Sungguh, aku pernah menanyakan hal itu kepada beliau”. Aku bertanya : “Apa yang beliau katakan ?”. Abu Dzarr berkata : (Beliau menjawab) : “Cahaya, bagaimana aku dapat melihat-Nya”. Dalam riwayat lain : “Aku melihat cahaya”.

[HR. Muslim dalam Shahih-nya (3/15), Kitaabul-Iimaan, Baab Qaulihi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Nuurun Annaa Araahu dan dalam Baab : Wa fii Qaulihi : Ra-aitu Nuuran; dan At-Tirmidziy (5/396), Kitaabut-Tafsiir, Baab Wa Min Suuratin-Najm (no. 3282). Diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam Al-Musnad (5/147) dari jalan ‘Affaan, dari Hammaam, dari Qataadah dengan lafadh :

قد رأيته نور أنى أراه

“Sungguh, aku telah melihat-Nya. Ada cahaya, bagaimana aku dapat melihat-Nya”.

Diriwayatkan pula oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah (1/289-290 no. 556); dan Abu Bakr An-Najjaad dalam Ar-Radd ‘alaa Man Yaquulu Al-Qur’aan Makhluuq (hal. 52 no. 65); dari jalan ‘Affaan, dari Yaziid bin Ibraahiim, dari Qataadah, dengan lafadh : “Sungguh, aku telah melihat-Nya” saja.]

Wallahu a’lam bish-Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar