Rabu, 10 Februari 2016

Patriotisme KH. Zainul Arifin Yang Patut Diteladani

Patriotisme perjuangan dari Panglima Hisbullah KH Zainul Arifin patut diteladani, khususnya bagi generasi muda saat ini. Para pahlawan bangsa telah mengorbankan segala yang dimilikinya untuk merebut kemerdekaan dan berusaha menyejahterakan seluruh rakyat. Salah satunya dilakukan oleh Panglima Hisbullah KH Zainul Arifin. Patriotisme perjuangan beliau patut diteladani.

KH Zainul Arifin adalah pahlawan yang turut memperjuangkan tegaknya Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah di Indonesia behadapan dengan kekuatan-kekuatan lain yang ingin menghancurkan Islam. Beliau telah mempertaruhkan banyak hal sepanjang hidupnya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Termasuk memperjuangkan Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah dari gempuran kelompok-kelompok yang anti Islam.

KH Zainul Arifin merupakan salah satu tokoh penting yang mewariskan banyak keteladanan. Salah satu di antara keteladanan yang harus diwarisi oleh warga Nahdliyin, terutama para aktivisnya, adalah pengabdian dan komitmen KH Zainul Arifin untuk berjuang demi terwujudnya cita-cita bersama.

KH Zainul Arifin adalah salah satu tokoh NU dari luar Jawa yang berhasil naik ke pentas politik nasional melalui jalur kelaskaran. Karenanya, Beliau merupakan salah satu tokoh penting NU, terutama yang berasal dari luar jawa.

Generasi muda, khususnya generasi muda Nahdlatul Ulama (NU), agar tidak melupakan peran dan kiprah (almarhum) KH Zainul Arifin dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Banyak yang melupakan kiprah KH Zainul Arifin yang merupakan mantan Panglima Laskar Hizbullah. Bahkan, salah satu prestasi terbesar Almarhum yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamidjojo pun banyak yang tak mengetahuinya.

Biografi singkat beliau
Zainul Arifin lahir 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Dalam usia balita ia pindah ke Kerinci, Jambi dan menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda HIS serta sekolah pendidikan guru Normaalschool di sana. Dalam usia 17 tahun ia sudah merantau ke Batavia (Jakarta). Di Batavia, Zainul sempat menjadi pegawai pemerintah kotapraja (gemeente) sebelum kemudian menjadi guru sekolah dan pengacara bumiputra “pokrol bambu”. Ia juga memasuki Gerakan Pemuda (GP) Anshor, organisasi kepemudaan di bawah Nahdlatul Ulama (NU).

Kemahiran Arifin dalam berpidato, berdebat, dan berdakwah menjadikannya tokoh politik NU terkemuka dalam waktu singkat.

Zaman pendudukan Jepang, Zainul Arifin mewakili NU dalam organisasi islami Masyumi untuk selanjutnya, setelah menjalani pelatihan semi militer, dipercaya sebagai panglima pasukan Hizbullah (Tentara Allah). Hingga menjelang penyerahan kedaulatan pada 1949 Zainul memimpin pasukan tempur golongan Islam tersebut bergerilya di pelosok-pelosok Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya menyatukan seluruh kekuatan militer Indonesia ia sempat diangkat sebagai sekertaris pucuk pimpinan TNI sebelum akhirnya mengundurkan diri dari dinas ketentaraaan untuk berkonsentrasi di jalur politik sipil.

Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), cikal bakal lembaga legislatif MPR/DPR. Hingga akhir hayatnya Arifin aktif di parlemen mewakili partai Masyumi dan kemudian partai NU setelah NU keluar dari Masyumi pada 1952. Hanya selama 1953-1955 ketika menjabat sebagai wakil perdana menteri dalam kabinet Ali-Arifin (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet di era Demokrasi Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.

Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante sekaligus wakil ketua DPR sampai kedua lembaga legislatif tersebut dibubarkan Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai DPR Gotong Royong (DPRGR) sebagai upaya partai NU membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen.

pada suatu ketika pada tahun 1962, ketika sedang dilakukan dilaksanakan  Sembahyang Idul Adha di Masjid Baiturrahim di halaman Istana Merdeka dengan Imam KH Zainul Arifin, Bung Karno sebagai makmum. Saat melaksanakan sembahyang itu tiba-tiba mendapat serangan udara secara mendadak. Serangan itu dilakukan oleh sisa gerombolan pemberontak PRRI Permesta yang mau menghancurkan Indonesia untuk kepentingan penjajah. Bung Karno selamat dalam insiden yang amoral itu, tetapi KH Zainul Arifin bekas Komandan Hizbullah itu mengalami-luka-luka.

Walaupun KH Zainul Arifin selamat dari serangan para pemberontak, tetapi setelah itu kesehatannya mulai menurun. Apalagi situasi politik nasional juga semakin kacau, ketika banyak sabotase politik dan ekonomi dilakukan oleh para agen imperialis terhadap pemerintahan Soekarno. Keadaan itu membuat KH Zainul Arifin sangat prihatin, yang mempengaruhi kesehatan fisik dan psikisnya. Kemudian pejuang ini  wafat bulan Maret 1963 di Jakarta pada usia 54 tahun. Sebagai pejuang maka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ketika itu ia menduduki jabatan sebagai wakil
ketua DPR-GR.

Walaupun karir politiknya terhenti sampai di sini, namun kenangan atas jejak langkah perjuangannya terus dirasakan hingga saat ini. Perjuangan itu patut diteladani generasi muda, khususnya di kalangan Nahdhatul Ulama. Banyak pihak merasa kehilangan dengan wafatnya Zainul Arifin, tokoh NU yang sangat menonjol ketika itu. Setumpuk surat kawat dan telegram duka cita diirimkan oleh berbagai lapisan organisasi ke Setjen PBNU.

KH Zainul Arifin meninggalkan seorang istri dengan sejumlah putera-puteri sebagai pewaris perjuangannya, di berbagai bidang kegiatan. Salah seorang puteranya H.B. Syihabuddin Arifin, berkarir di Deplu, pernah menduduki jabatan Dubes di Inggris dan Sekjen Deplu.

Puteranya yang lain Cecep Komaruddin Arifin aktif di GP Anshor dan Nahdlatul Ulama Jawa Barat. Salah seorang puterinya Aisyah Arifin diperistri oleh Letkol Soleh Sediana Bupati Majalengka pada tahun 1970. Ibu Zainul Arifin sendiri aktif di Muslimat NU. Cucu-cucu dan cicitnya juga banyak berkiprah di bidang sosial dan kemasyarakatan.

Atas berbagai jasanya dalam mendirikan Republik ini, KH Zainul Arifin dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang namanya kemudian juga diabadikan menjadi nama sebuah jalan raya yang ada di Jakarta Pusat, berdekatan dengan jalan KH Hasyim Asy’ari.
Wallohu'alam.

Semoga segala perjuangan Dan amal baik serta pengorbanannya diterima اللهُ.
  امين  استجب لنا امین يارب العالمين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar